Sabtu, 16 Maret 2013
Ganja sebagai tanaman yang paling
terkenal sepanjang sejarah manusia, tidak bisa dipungkiri telah
mengalami berbagai bentuk pemberitaan yang tidak obyektif dan cenderung
negatif. Dari sudut pandang kesehatan manusia, tanaman Ganja (Cannabis
sativa) adalah tanaman yang telah memiliki sejarah panjang dalam
literatur-literatur medis purba dari berbagai kebudayaan dunia.
1. Kitab “Pen T’sao Ching” adalah kitab pengobatan herbal yang pertama di dunia. Dikumpulkan dari catatan-catatan Kaisar Shen Nung pada tahun 2900-2700-an S.M. (Sebelum Masehi), kitab ini menyebutkan bahwa Ganja memiliki khasiat menghilangkan sakit datang bulan, malaria, rematik, gangguan kehamilan, gangguan pencernaan, dan penyakit lupa.
1. Kitab “Pen T’sao Ching” adalah kitab pengobatan herbal yang pertama di dunia. Dikumpulkan dari catatan-catatan Kaisar Shen Nung pada tahun 2900-2700-an S.M. (Sebelum Masehi), kitab ini menyebutkan bahwa Ganja memiliki khasiat menghilangkan sakit datang bulan, malaria, rematik, gangguan kehamilan, gangguan pencernaan, dan penyakit lupa.
2. Tablet (potongan-potongan batu) yang
ditemukan di reruntuhan perpustakaan Ashurbanipal di Kouyunjik adalah
kumpulan peninggalan ilmu pengetahuan dari peradaban di daerah subur
Mesopotamia. Raja Ashurbanipal yang memerintah di kota Niniveh antara
tahun 668 hingga 626 S.M. adalah simbol bagi kemajuan ilmu pengetahuan
peradaban di Mesopotamia. Keping-keping batu yang dipahat dengan huruf
paku (cuneiform) ini menyebutkan bahwa tanaman ganja memiliki manfaat
sebagai : insektisida, perangsang seksual, menyembuhkan impotensi,
neuralgia (penghilang rasa sakit saraf), tonik (penyegar), menyembuhkan
penyakit ginjal, penyumbatan paru-paru, kejang, depresi, kecemasan,
epilepsi, luka, dan memar pada kulit hingga menghilangkan sakit
menstruasi.
3. Berbagai kitab pengobatan dari India
juga menyebutkan mengenai beragam khasiat ganja dalam penyembuhan
berbagai penyakit. Kitab Susruta Samhita
(yang ditulis sekitar 800-300 S.M.) menyebutkan ganja berkhasiat dalam
pengobatan radang pernafasan, diare, produksi cairan yang berlebih,
serta demam. Sementara kitab seperti Rajanirghanta yang ditulis oleh
Nahari Pandita pada tahun 300 masehi menyebutkan khasiat ganja untuk
merangsang nafsu makan, memperbaiki ingatan, dan menghilangkan gas dalam
sistem pencernaan.
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong
narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan,
berbeda dengan obat-obatan terlarang jenis lain yang menggunakan
bahan-bahan sintetik atau semi sintetik dan merusak sel-sel otak, yang
sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Di antara pengguna
ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia (rasa gembira)
yang berlebihan serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir di antara
para pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah pengguna
akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini
masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh
beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan
marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan
pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak
yang menyatakan adanya lonjakan kreativitas dalam berpikir serta dalam
berkarya (terutama pada para seniman dan musisi).
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini
(lonjakan kreativitas), juga dipengaruhi oleh jenis ganja yang
digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreativitas
adalah hasil silangan modern “Cannabis indica” yang berasal dari
India dengan “Cannabis sativa” dari Barat. Jenis ganja silangan inilah
yang tumbuh di Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam
terhadap setiap individu. Segolongan tertentu ada yang merasakan efek
yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi
aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti
efek yang dihasilkan metamfetamin). Ganja, hingga detik ini, tidak
pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di
masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, di mana hampir semua
unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal
ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan
oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya
menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat
kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan
kimia buatan manusia itu.
Dalam penelitian ilmiah dengan metode
systematic review yang membandingkan efektifitas ganja sebagai obat
antiemetic didapatkan hasil ganja memang efektif sebagai obat antiemetic
dibanding prochlorperazine, metoclopramide, chlorpromazine,
thiethylperazine, haloperidol, domperidone, atau alizapride, tetapi
pengunaannya sangat dibatasi dosisnya, karena sejumlah pasien mengalami
gejala efek psikotropika dari ganja yang sangat berbahaya seperti
pusing, depresi, halusinasi, paranoia, dan juga arterial hypotension.
Negeri Yunani sebagai salah satu lokasi
asal penyebaran tonggak kemajuan peradaban manusia melahirkan juga
kumpulan pengetahuan medisnya. Kitab “Materia Medica” yang ditulis oleh
Dioscorides (1 S.M.) pada masa setelah Romawi menguasai Yunani menjadi
buku rujukan bagi ilmuwan dari banyak bangsa selama 1500 tahun. Dalam
“Materia Medica”, Dioscorides mencatat ganja sebagai tanaman yang serat
batangnya bagus dan kuat untuk dibuat tali, sementara bijinya bermanfaat
untuk mengobati sakit telinga dan hilangnya gairah seksual (Dioscorides
1968 – 3.165 – p.390). Dalam “de facultatibus alimentorum”, Claudius
Galen atau yang lebih terkenal dengan Galen (128-201 Masehi) mencatat
kalau masyarakat Yunani saat itu memakan kue dengan bahan ganja yang
dinamai cum aliis tragematis & quot untuk kegembiraan dalam
perjamuan.
Sementara sebagai obat, Galen mencatat
kalau ganja dipakai untuk menghilangkan rasa sakit dan menghilangkan gas
dari saluran pencernaan. Pemikir Yunani lain yang bernama Gaius Plinius
Secundus atau “Pliny si Tua” (23-79 M) mencatat kegunaan ganja dalam
“Naturalis Historia” sebagai jus untuk mengeluarkan cacing dan binatang2
kecil yang masuk ke telinga, menghilangkan sakit perut, menyembuhkan
persendian yang kaku, rematik dan penyakit kulit.
Kumpulan pengetahuan medis dari bangsa
Yunani ini kemudian diteruskan perkembangannya oleh bangsa Arab. Bangsa
Arab merupakan bangsa yang memiliki kumpulan pengetahuan medis tentang
ganja dengan jumlah paling banyak dibandingkan bangsa-bangsa yang lain
sebelum abad ke-20. Catatan pertama manfaat medis ganja dalam literatur
Arab muncul dari tulisan dokter bernama Ibn-Masawayh (857 M) yang
menyebutkan kegunaannya sebagai obat sakit telinga. Pada abad ke-10,
bapak kedokteran Arab, Ibnu Sinna atau yang lebih terkenal di dunia
dengan Avicenna juga mencatat manfaat ganja untuk mengeluarkan gas dari
perut.
Epilepsi merupakan penyakit yang tercatat
oleh bangsa Arab sebagai penyakit yang dapat disembuhkan dengan ganja.
Ibn al-Badri pada abad ke-15 menyebutkan kalau ganja bisa menyembuhkan
serangan epilepsi dalam seketika (Lozano, 1989).
Pada awal abad ke-13 muncul larangan
pertama di dunia Arab berdasarkan ajaran agama Islam mengenai pemakaian
ganja, tepatnya pada masa kekuasaan raja al-Zahir baybars (Hamarneh,
1957). Tetapi seorang dokter kerajaan yang bernama Yusuf ibn Rasul masih
bersikeras menggunakannya dalam praktek pengobatan untuk menyembuhkan
sakit kepala (Lewis et al. 1971).
Catatan kegunaan medis menarik tentang ganja yang baru muncul dari
bangsa Arab adalah khasiatnya menyembuhkan tumor. Ibn Buklari pada abad
ke-11 menyebutkan kalau jus dari daun ganja bisa menyembuhkan ‘abses’ di
kepala, Ibn-al-Baytar seabad kemudian menyebutkan khasiat minyak dari
biji ganja untuk menghilangkan tumor yang sudah mengeras (al-awram
al-siya). Catatan lain datang dari Muhammad Riza Shirwani pada abad
ke-17 yang memakai biji ganja untuk pengobatan tumor pada rahim (Mu’min,
1669).
Pemakaian
ganja sebagai pengobatan menyebar ke Eropa dan bahkan ke Amerika
Selatan dari negeri Arab. Bangsa Arab adalah yang memperkenalkan benua
Eropa pertama kali dengan salah satu penemuan terpenting umat manusia,
yaitu kertas (kebetulan bahan bakunya adalah serat batang ganja). Bangsa
Arab juga menjadi perantara penyebaran ilmu-ilmu kuno dari zaman
keemasan Yunani dan Romawi, salah satunya adalah ilmu medis atau
pengobatan. Dalam hal ini bangsa Arab memiliki kumpulan pengetahuan
khasiat pengobatan tanaman ganja yang terbanyak di seluruh dunia sebelum
abad ke-20. Berikut ini adalah daftar beberapa ahli pengobatan yang
tercatat dalam literatur pernah menyebutkan mengenai khasiat obat dari
ganja :
- Ibn Masawayh (857 M) & Ishaq b. Sulayman (abad ke-10) – Minyak biji ganja untuk menyembuhkan sakit di telinga.
- Ibn al-Baytar (1291) – Minyak biji ganja untuk menyembuhkan gas (‘rih’) pada telinga.
- Al-Antaki (abad ke-16) – minyak biji ganja dapat membunuh cacing dalam telinga & mengeluarkan benda-benda asing dan kotoran.
- Al-Dima (abad ke-9) – Ganja untuk obat cacing perut.
- Al-Firuzabadi (abad ke-14 – 15) – Obat cacing kremi / habb al-qar’.
- Sabur ibn Sahl (abad ke-9) – Menghilangkan rasa sakit kronis, sakit kepala, migrain, mencegah keguguran, gagal melahirkan, mengurangi sakit pada rahim, & menjaga bayi tetap pada abdomen ibunya (kitab “Al-Aqrabadhin Al-Saghir”).
- Ibn Wafid al-Lajmi (abad ke-11) – Biji ganja untuk menambah produksi air susu ibu & menyembuhkan sakit amenorrhea.
- Avicenna/Ibnu Sinna (abad ke-10) – daun dan biji ganja u/ mengobati & mengeluarkan gas dari perut.
- Al-Biruni (abad ke-12) – Menyembuhkan rasa sakit kronis
- Al-Masi (1877) – Daun ganja untuk mengeluarkan gas dari rahim, usus & lambung.
- Al-Mayusi (1877) – Daun ganja untuk menghilangkan dahak dari perut.
- Ibn Habal (1362) – Biji ganja untuk mengeluarkan cairan empedu dan dahak.
- Ibn al-Baytar (1291) – Ganja untuk melancarkan buang air kecil.
- Ishaq b. Sulayman (1986) – Ganja bisa menghangatkan badan.
- Jabir ibn Hayyan (abad ke-8) – Ganja memiliki sifat psikoaktif (kitab al-Sumum).
- Umar Ibn Yusuf ibn Rasul (abad ke-13) – Ganja sebagai obat sakit kepala.
- Ibn al-Baytar (1291 AH) – Minyak biji ganja untuk mengurangi sakit syaraf.
- Al-Qazwini (1849) – Jus ganja untuk mengurangi rasa sakit pada peradangan bola mata.
- Tibbnama (1712) – Tumbukan batang dan daun ganja untuk mengobati wasir.
- Al-Masi (abad ke-10) – Ganja untuk pengobatan epilepsi.
- Al-Badri (1464) – Ganja untuk mengobati epilepsi.
- Abu Mansur ibn Muwaffak (abad ke-10) – Ganja untuk mengobati sakit kepala (Kitab al-abniya ‘an haqa’iq al-adwiya).
- Avicenna (1294) – Jus dari daun ganja untuk obat panu di kulit.
- Al-Razi – Jus daun ganja untuk merangsang pertumbuhan rambut.
- Ibn Buklari (abad ke-11) – Jus daun ganja untuk menyembuhkan abses (tumor) di kepala.
- Muhammad Riza Shirwani (abad ke-17) – Minyak biji ganja untuk mengobati tumor pada rahim.
Berbagai catatan dari ahli-ahli
pengobatan Arab ini masih mencengangkan dunia medis modern. Mengherankan
karena banyak di antara khasiat ganja yang disebutkan di atas bahkan
belum dikonfirmasi atau dibuktikan oleh ilmu pengetahuan medis saat ini,
namun sudah dibuktikan dan dipercaya kemanjurannya oleh ilmuwan-ilmuwan
dari Arab.
Pada bulan November 1996 masyarakat
California menyetujui proposisi 215, sebuah inisiatif yang dapat,
membuat mariyuana tersedia secara legal sebagai obat di Amerika Serikat
untuk pertama kali setelah bertahun-tahun. Dibawah undang-undang yang
baru, pasien atau perawat utama mereka yang memiliki atau menanam ganja
untuk perawatan medis yang telah direkomendasikan oleh seorang dokter
akan dibebaskan dari segala tuntutan kriminal. Pengobatannya dapat
diperuntukkan bagi “Kanker, anorexia, AIDS, rasa sakit kronis,
kejang-kejang, galukoma, arthritis, migrain, atau apapun penyakit
lainnya yang dapat disembuhkan oleh mariyuana.” Dokter tidak boleh
dihukum dalam cara apapun karena membuat rekomendasi, yang dapat ditulis
maupun secara lisan. Disahkannya hukum seperti ini hanyalah permulaan
dari sebuah trend yang akan menghadirkan tantangan baru bagi dokter,
yang akan diminta untuk mengambil tanggung jawab awal dimana banyak dari
kita yang belum siap. Semakin banyak pasien yang mendekati mereka
dengan pertanyaan mengenai mariyuana, mereka harus memberikan jawaban
dan membuat rekomendasi. Itu berarti bahwa mereka tidak hanya harus
mendengarkan dengan lebih cermat pasien-pasien mereka namun juga
mendidik mereka sendiri dan yang lain. Mereka harus mempelajari gejala
dan gangguan mana yang bisa diobati dengan lebih baik dengan ganja
daripada pengobatan yang konvensional, dan mereka mungkin perlu untuk
menjelaskan bagaimana menggunakan mariyuana.
Ganja sangatlah aman, praktis,
dan obat-obatan yang potensinya sangat murah. Ketika kami mengulas
kegunaan medisnya pada tahun 1993 setelah memeriksa banyak pasien dan
sejarah kasus, kami dapat menyebutkan daftar sebagai berikut : mual dan
muntah-muntah dalam kemoterapi kanker, sindroma hilangnya berat badan
pada AIDS, glaukoma, epilepsi, kejang otot dan rasa sakit kronis pada
multiple sclerosis, quadriplegia dan gangguan kejang lainnya, migrain,
prurits parah, depresi, dan gangguan mood lainnya. Sejak itu
kami telah mengidentifikasi lebih dari selusin lainnya termasuk asma,
insomnia, dystonia, scleroderma, penyakit Crohn’s, diabetic
gastroparesis, dan penyakit terminal. Daftar ini pun masih panjang.
Sebagai contoh, ganja juga ditemukan
bermanfaat dalam pengobatan dari ostoarthritis. Aspirin dipercaya telah
menyebabkan lebih dari 100 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Lebih dari 7,600 kematian setiap tahun dan 70,000 perawatan rumah sakit
yang disebabkan oleh non-steroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs) telah
dilaporkan. Komplikasi gastrointestinal dari NSAIDs adalah efek samping
serius yang paling sering dilaporkan. Penggunaan acetaminophen jangka
panjang dianggap sebagai salah satu penyebab paling umum dari penyakit
ginjal tahap akhir. Ganja yang dihisap beberapa kali sehari sering lebih
efektif dari NSAIDs atau acetaminophen dalam osteoarthritis, dan belum pernah ada laporan kematian akibat ganja.
Sering diperdebatkan bahwa bukti dari kegunaan medis marijuana, walaupun kuat, hanyalah cerita belaka (anecdotal).
Adalah benar bahwa tidak ada studi yang memenuhi standard dari Food and
Drug Administration, terutama karena hambatan legal, birokratik dan
finansial terus-menerus diberikan. Situasinya adalah ironi, karena
begitu banyak penelitian telah dilakukan terhadap marijuana, sering
dalam usaha yang tidak sukses untuk menunjukkan bahaya kesehatan dan
potensi adiktif, yang kita tahu lebih banyak tentangnya daripada
mengenai obat-obatan resep. Dalam kasus apapun, penelitian yang
terkontrol dapat menyesatkan jika yang diteliti adalah pasien yang salah
atau dosis yang keliru digunakan, serta respon pengobatan yang umum
(dianggap biasa oleh pasien) dapat dikaburkan dalam eksperimen grup.
Bukti-bukti anekdotal adalah sumber dari
kebanyakan pengetahuan kita mengenai obat-obatan. Seperti yang
ditunjukkan oleh Louis Lasagna, eksperimen terkontrol tidak dibutuhkan
untuk mengenali potensi terapeutik daro chloral hydrate, barbiturate,
aspirin, insulin atau penisilin. Bukti-bukti anekdotal juga menunjukkan
kegunaan dari propanolol dan chlorothiazide untuk hipertensi, diazepam
untuk status epilepticus, dan imipramine untuk enuresis. Semua
obat-obatan ini pada mulanya telah disetujui untuk kegunaan yang lain.
Beberapa dokter dapat menganggap ini
sebagai tidak bertanggung jawab untuk didukung, lebih-lebih mengadvokasi
penggunaan ganja berdasarkan dari bukti-bukti anekdotal (kesaksian
pribadi), yang terlihat menghitung keberhasilan dan tidak menghiraukan
kegagalan. Hal itu akan menjadi masalah serius hanya jika ganja
merupakan obat yang berbahaya. Tahun-tahun dari usaha untuk
membuktikan bahwa mariyuana berbahaya secara berlebihan telah
membuktikan sebaliknya. Ia lebih aman, dengan lebih sedikit efek samping
serius, daripada kebanyakan obat-obatan resep, dan jauh lebih tidak
adiktif atau dapat disalahgunakan daripada banyak obat yang sekarang
digunakan sebagai pelemas otot, hypnotic dan analgesic.
Karena itu dapat diperdebatkan bahwa jika
hanya sedikit pasien yang bisa mendapatkan penyembuhan dari ganja, maka
ganja harus dibuat tersedia karena resiko akan sangat kecil. Sebagai
contoh, banyak pasien dengan multiple sclerosis menemukan bahwa ganja
mengurangi kejang otot mereka dan rasa sakitnya. Seorang dokter mungkin
tidak yakin bahwa pasien tertentu akan mendapatkan penyembuhan yang
lebih baik dari ganja daripada obat seperti baclofen, dantrolene, dan
dosis tinggi diazepam yang telah dikonsumsi si pasien, namun satu hal
yang pasti adalah bahwa reaksi racun dari mariyuana sangatlah tidak
mungkin, karena itu pertimbangan rasio antara resiko dan manfaat
membuatnya sangat patut dicoba. Bagaimanapun, sebuah bentuk preparasi
dan intruksi mungkin diperlukan, baik untuk mecapai tujuan pengobatan
dan untuk menghindari reaksi yang tidak diinginkan. Efek psikoaktif,
sebagai contohnya, harus dijelaskan kepada pasien yang awam terhadap
mariyuana, yang mungkin akan mengalami kecemasan pada penggunaan awal.
Pertimbangan legitimasi yang utama adalah
efek dari merokok pada paru-paru. Banyak dokter menemukan sulit untuk
menyarankan obat yang dirokok. Walau asap ganja mengandung lebih banyak
tar dan materi partikulat daripada asap tembakau, jumlah yang diperlukan
oleh kebanyakan pasien sangatlah terbatas. Lebih lanjut, ketika
mariyuana adalah obat yang dikenal secara terbuka, solusi bagi
permasalahan ini mungkin bisa ditemukan, mungkin dengan pengembangan
dari teknik untuk menghirup uap ganja. Bahkan sekarang, bahaya paling
besar dari menggunakan ganja untuk keperluan medis bukanlah
ketidakmurnian dalam asapnya namun ilegalitasnya, yang telah menempatkan
kecemasan dan pengorbanan besar pada orang-orang yang menderita.
Sebuah versi sintetis dari
delta-9-tetrahydrocannabinol, zat aktif utama pada ganja, telah tersedia
dalam bentuk oral untuk keperluan terbatas sebagai obat yang termasuk
daftar “Schedule II” sejak tahun 1985. Obat ini, dronabinol (Marinol),
secara umum dianggap sebagai kurang efektif daripada mariyuana yang
dirokok. Pasien yang mengalami mual-mual parah dan terus-menerus muntah,
sebagai contoh, dapat menemukannya sebagai hampir tidak mungkin untuk
menyimpan pil atau kapsul. THC oral secara acak dan lambat diserap ke
dalam pembuluh darah; dosis dan durasi dari efek mariyuana yang dihisap
adalah lebih mudah untuk dititrasi. Lebih lanjut, THC oral seringkali
membuat banyak pasien menjadi cemas dan tidak nyaman, kemungkinan karena
cannabidiol, satu dari banyak zat pada mariyuana, memiliki efek
anxiolytic.
Selain tanggung jawab langsung terhadap
pasien individual yang berhubungan dengan mariyuana medis, dokter juga
mempunyai kewajiban yang bersifat sosial dan terutama politis. Jerome P.
Kassirer telah mengidentifikasinya dalam editorial New England Journal
terbaru yang berjudul “Federal Foolishness and Mariyuana.” Ia
mendeskripsikan kebijakan pemerintah pada mariyuana medis sebagai
“munafik” dan memprediksi bahwa dokter yang “memiliki keberanian untuk
menentang pelarangan mariyuana bagi orang sakit” pada akhirnya akan
memaksa pemerintah untuk mencapai sebuah bentuk akomodasi. Tugas
penting tersebut akhirnya akan jatuh pada generasi dokter yang lebih
muda, termasuk mahasiswa kedokteran saat ini dan di masa depan.
Istilah mariyuana medis (medical mariyuana)
mendapat pengertian baru yang dramatis pada Februari tahun 2000, ketika
para peneliti di Madrid mengumumkan bahwa mereka telah menghancurkan
tumor otak yang tidak bisa disembuhkan pada tikus dengan menyuntik
mereka dengan THC, zat aktif pada ganja.
Studi di Madrid menandai kesempatan kedua
dimana THC telah diberikan kepada hewan yang mengidap tumor; yang
pertama adalah penyelidikan Virginia 26 tahun yang lalu. Pada kedua
studi, THC menyusutkan atau menghancurkan tumor pada sebagian besar
subyek tes.
Kebanyakan masyarakat Amerika tidak
mengetahui apa-apa mengenai penemuan Madrid. Hampir tidak ada Koran
Amerika Serikat yang memuat ceritanya (tidak heran, karena mereka
berusaha menutup-nutupinya -pen.), yang hanya diterbitkan sekali di
jaringan berita AP dan UPI, pada tanggal 29 februari 2000.
Bagian yang mengerikan adalah ini
bukanlah pertama kalinya ilmuwan telah menemukan bahwa THC bisa
menyusutkan tumor. Pada tahun 1974 peneliti di Medical College of
Virginia, yang telah didanai oleh National Institute of Health untuk
menemukan bukti bahwa mariyuana merusak sistem kekebalan tubuh, malah
menemukan bahwa THC menghambat pertumbuhan tiga jenis kanker pada tikus
– kanker paru-paru dan payudara serta kanker darah (leukimia) yang
disebabkan oleh virus.
DEA dengan cepat menutup studi Virginia
dan seluruh penelitian lebih lanjut mengenai ganja dan tumor, menurut
Jack Herer, yang melaporkan pada peristiwa di bukunya, “The Emperor
Wears No Clothes,” Pada tahun 1976 Presiden Gerald Ford
menghentikan seluruh penelitian publik terkait dengan ganja dan
memberikan hak penelitian eksklusif kepada perusahaan-perusahaan
farmasi, yang merencanakan – namun gagal – untuk mengembangkan bentuk
sintetis dari THC yang dapat memberikan semua manfaat medis tanpa efek
“tinggi.”
Peneliti Madrid melaporkan pada terbitan
Maret dari “Nature Medicine” bahwa mereka menginjeksi otak dari 45
tikus-tikus dengan sel kanker, menghasilkan tumor yang keberadaannya
dikonfirmasi oleh MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada hari ke-12
mereka menginjeksi 15 ekor tikus dengan THC dan 15 ekor dengan
Win-55,212-2 sebuah senyawa sintetis yang mirip dengan THC. “Semua tikus
yang tidak diberi pengobatan mati dalam waktu 12-18 hari setelah
inokulasi sel glioma (kanker otak) … Tikus yang diberikan cannabinoid
(THC) bertahan hidup jauh lebih lama daripada tikus yang menjadi
pembanding (kontrol). Pemberian THC tidaklah efektif pada tiga ekor
tikus, yang mati pada hari 16-18. Sembilan dari tikus yang diobati
dengan THC hidup sampai melewati masa kematian dari tikus yang tidak
diberikan apa-apa, dan bertahan hidup hingga 19-35 hari. Selebihnya,
tumor sepenuhnya menghilang pada ketiga tikus yang diberi THC.”
Tikus-tikus yang diobati dengan Win-55,212-2 menunjukkan hasil yang
sama.
Peneliti Spanyol, dipimpin oleh Dr.
Manuel Guzman dari University of Complutense, juga mencoba mengaliri
otak tikus yang sehat dengan dosis besar THC selama tujuh hari, untuk
menguji efek biokimia yang berbahaya atau efek neurologis. Mereka juga
tidak menemukan apa-apa.
“Analisis MRI yang hati-hati dari seluruh
tikus yang bebas dari tumor menunjukkan tidak adanya tanda-tanda
kerusakan yang berkaitan dengan necrosis, edema, infeksi atau trauma …
Kami juga meneliti potensi lain dari efek pemberian cannabinoid. Pada
kedua tikus, baik yang bebas dari tumor maupun yang mengidap tumor,
pemberian cannabinoid tidak menyebabkan perubahan yang substansial sama
sekali pada ukuran perilaku seperti koordinasi motor dan aktifitas
fisik. Konsumsi makanan dan air, juga pertambahan berat badan tidak
ditemukan selama dan setelah pemberian cannabinoid. Begitu juga, profil
hematologikal umum dari tikus-tikus yang diobati dengan cannabinoid yang
tampak normal. Kemudian, baik ukuran biokima maupun penanda akan
kerusakan jaringan tidak menampakkan perubahan substansial selama
pemberian 7 hari atau setidaknya selama 2 bulan setelah pengobatan
dengan cannabinoid berakhir.
Penelitian Guzman adalah penelitian
satu-satunya sejak studi Virginia 1974 ketika THC diberikan kepada hewan
yang mengidap tumor. Ilmuwan Spanyol telah mengutip studi tahun 1998
dimana cannabinoid telah menghambat penyebaran sel kanker payudara,
namun penelitian tersebut adalah penelitian dengan cawan Petri dan tidak
melibatkan subyek yang hidup.)
Dalam wawancara dengan email untuk cerita
ini, ilmuwan dari Madrid mengatakan bahwa ia telah mendengar mengenai
studi Virginia, namun tidak pernah berhasil menemukan literatur
mengenainya. Bagaimanapun, artikel dalam Nature Medicine menyebutkan
bahwa studi yang baru sebagai studi yang pertama dilakukan pada hewan
pengidap tumor dan tidak mengutip penelitian Virgina tahun 1974.
“Saya mengetahui keberadaan penelitian
tersebut. Sebenarnya saya telah berusaha mencoba beberapa kali untuk
mendapatkan artikel jurnal dari penelitian yang asli oleh orang-orang
ini, namun terbukti tidak mungkin.” Ujar Guzman.
Pada tahun 1983 pemerintahan
Reagan/Bush mencoba untuk membujuk universitas-universitas Amerika dan
para peneliti untuk menghancurkan seluruh hasil penelitian ganja dari
1966-1967, termasuk compendium dalam perpustakaan,
lapor Jack Herer, yang menyebutkan, “Kami mengetahui bahwa sejumlah
besar informasi sejak itu telah menghilang.”
Guzman memberikan judul dari karyanya – “Antineoplastic Activity of Cannabinoids,”
sebuah artikel pada jurnal dari National Cancer Institute tahun 1975 –
dan penulis ini mendapatkan salinan dari fakultas kedokteran University
of California di Davis dan mem-fax-nya ke Madrid.
Ringkasan dari studi Virginia dimulai,
“Pertumbuhan adenocarcinoma paru-paru Lewis telah dihambat dengan
pemberian secara oral dari tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabinol
(CBN)” – dua jenis dari cannabinoid, sebuah keluarga dari komponen aktif
di mariyuana. “Tikus yang diobati selama 20 hari berturut-turut dengan
THC dan CBN telah berkurang ukuran tumor utamanya.
Pada artikel jurnal tahun 1975 tidak
menyebutkan mengenai kanker tumor payudara, yang hanya dimuat sebagai
cerita koran satu-satunya yang pernah muncul mengenai studi 1974 – pada
bagian local dari Washington Post pada 18 Agustus, 1974. Dibawah judul,
“Penghambat Kanker Tengah Dipelajari,” berikut sebagian dari isinya:
“Agen kimia aktif pada mariyuana yang
menghambat pertumbuhan dari tiga jenis kanker pada tikus dan juga
mungkin menghambat reaksi kekebalan yang menyebabkan penolakan
transplantasi organ, telah ditemukan oleh fakultas kedokteran dari Tim
Virginia.” Ilmuwan, “menemukan bahwa THC memperlambat pertumbuhan dari
kanker paru-paru, kanker payudara dan leukemia yang dipicu oleh virus
pada tikus laboratorium, serta memperpanjang hidup mereka sebanyak 36
persen.”
Guzman, menulis dari Madrid, dengan fasih
dalam responnya setelah penulis ini mengirimkan fax dari kliping
Washington Post kepadanya seperempat abad yang lalu. Dalam terjemahan,
dia menulis :
“Ini sangat menarik bagi saya, harapan
bahwa proyek ini terlihat sedang bangkit pada saat ini, dan perkembangan
menyedihkan dari peristiwa-peristiwa selama tahun-tahun setelah
penemuan ini, hingga saat ini kita menutup kembali tabir akan kekuatan
anti-tumor dari THC, dua puluh lima tahun kemudian. Sayangnya, dunia
terpantul-pantul antara momen harapan dan periode panjang dari
pengebirian intelektual.”
Liputan-liputan berita dari penemuan
Madrid hampir-hampir tidak ditemukan di negara ini. Berita ini
diterbitkan diam-diam pada 29 Februari tahun 2000 dengan cerita yang
pernah dimuat sekali pada kawat UPI tentang artikel Nature Medicine. Penulis ini menemukannya pada link
yang muncul sebentar pada halaman situs Drudge Report. New York Times,
Washington Post dan Los Angeles Times semuanya menghiraukan saja cerita
ini, walaupun pentingnya berita ini tidak dapat dipungkiri : sebuah zat
tidak berbahaya yang terdapat di alam dan dapat menghancurkan tumor otak
yang mematikan.
Bila profesor Cheech dan Chong menerima
bantuan universitas untuk mengajarkan sejarah pengobatan dari subyek
favorit mereka, tebal dari paket kurikulumnya akan mengejutkan. Sejak
2737 SM (sebelum masehi), kaisar yang mistis, Shen Nung dari Cina sudah
meresepkan teh ganja untuk mengatasi encok, rematik, malaria dan mungkin
terdengar cukup aneh, ingatan yang buruk. Popularitas ganja sebagai
pengobatan menyebar ke seluruh Asia, Timur Tengah lalu turun ke wilayah
pantai timur afrika, dan sekte-sekte Hindu tertentu di India menggunakan
mariyuana (ganja) untuk kepentingan relijius dan pengobatan stress.
Tabib dari zaman kuno juga memperingatkan akan penggunaan berlebihan
dari mariyuana (ganja), mereka mempercayai bahwa konsumsi yang terlalu
banyak dapat menyebabkan impotensi, kebutaan dan bisa memunculkan
kemampuan “melihat setan”.
Pada akhir abad ke-18, edisi awal dari
jurnal kedokteran Amerika merekomendasikan biji ganja dan akarnya untuk
pengobatan kulit yang terbakar (inflamasi), kesulitan pencernaan dan
penyakit kelamin. Dokter dari Irlandia, william O’Shaughnessy pertama
kali mempopulerkan penggunaan medis mariyuana (ganja) di Inggris dan
Amerika. Sebagai dokter yang bekerja untuk British East India
Company, ia menemukan bahwa ganja mengurangi sakit rematik dan bisa
membantu terhadap ketidaknyamanan dan mual pada kasus rabies, kolera dan
tetanus.
Perubahan sikap Amerika terhadap tanaman
ganja muncul pada akhir dari abad ke-19, ketika diantara dua sampai lima
dari populasi Amerika Serikat diketahui mengalami kecanduan terhadap
morfin, sebuah resep rahasia namun populer pada obat-obatan paten dengan
nama yang beragam seperti “The Peoples’s Healing Liniment for Man or
Beast” dan “Dr Fenner’s Golden Relief”. Untuk mencegah lebih banyak lagi
masyarakat yang disapu oleh kecanduan morfin-mengeluarkan Golden
Relief, pemerintah memperkenalkan Pure Food and Drug Act pada tahun
1906, menciptakan Food and Drug Administration (FDA). Sementara ia tidak
mengatur mengenai mariyuana (ganja) dan hanya mengatur distribusi dari
opium dan morfin dibawah pengawasan dan kontrol dokter, regulasi dari
zat-zat kimia adalah pergeseran utama pada kebijakan obat-obatan di
Amerika.
Belum pernah sebelum tahun 1914
penggunaan obat didefinisikan sebagai sebuah tindak kriminal, di bawah
Harrison Act. Untuk menghindari isu hak negara bagian, undang-undang
menggunakan pajak untuk meregulasi opium- dan obat-obatan turunan dari
tanaman koka: UU ini menghapus pajak terhadap penggunaan non-medis dari
obat-obatan yang jauh lebih tinggi dari harga obat itu sendiri, dan
menghukum semua yang menggunakan obat tanpa membayar pajak. Pada tahun
1937, dua puluh tiga negara bagian telah melarang ganja : beberapa untuk
menghentikan pecandu morfin untuk memakai obat jenis baru, dan beberapa
sebagai tekanan terhadap imigran-imigran Meksiko yang baru mulai
berdatangan , terutama yang membawa obat ini (ganja) bersama mereka.
Dengan pengecualian selama Perang Dunia
ke-2, ketika pemerintah menanam sejumlah besar ganja untuk mensuplai
kebutuhan tali tambang dari Angkatan Laut serta menggantikan suplai
serat ganja dari Asia yang sudah dikuasai oleh Jepang, mariyuana (ganja)
dikriminalkan dan hukuman yang lebih berat diterapkan. Pada tahun
1950-an Kongres mengesahkan “Bogss Act” dan “Narcotic Control Act”, yag
menjadi dasar hukuman minimum bagi pelanggaran penggunaan obat, termask
kepemilikan dan distribusi mariyuana.
Terlepas dari undang-undang mariyuana
pada tahun 1970-an, pemerintahan Reagan juga menerapkan kebijakan
terhadap obat-obatan yang keras kepada mariyuana. Namun tetap,
kecenderungan jangka panjang adalah kepada relaksasi : Hari ini, dua
belas negara bagian telah menerapkan setidaknya sebuah bentuk dari
dekriminalisasi mariyuana.
Betapa Keyakinan dan Paradigma,
memang sangat menentukan sekali dalam hidup dan kehidupan manusia,
sehingga sesuatu yang sesungguhnya memiliki nilai dan energi yang sangat
bermanfaat bagi manusia, bisa berubah fungsi menjadi sesuatu yang
merusak, membunuh dan menghancurkan diri manusia itu sendiri oleh karena
Keyakinan dan Paradigma manusia itu sendiri. Sebagaimana
manfaat dari pohon atau tanaman Ganja ini yang sesungguhnya memiliki
manfaat yang teramat sangat besar dan memiliki nilai kemuliaan yang
sangat tinggi, manfaat tanaman ganja sebagai berikut : Mengaktifkan
seluruh sistem sel, menyehatkan jiwa dan raga, termasuk menyembuhkan
segala penyakit, mencerdaskan intelektual, emosional dan spiritual,
efektif untuk penggunaan otak kanan, sangat bermanfaat untuk penelitian
dan pengkajian IPTEK, bermanfaat untuk membangkitkan energi alam bawah
sadar, bermanfaat untuk membuka rahasia kekuatan alam bawah sadar yang
maha dahsyat, bermanfaat untuk mengembalikan Jatidiri Kemanusiaan yang
sesungguhnya. Namun karena keyakinan dan paradigma manusia negatif
sehingga daun keabadian ini pun menjadi diharamkan.
Ganja sebagai obat bukanlah hal yang
baru di belahan dunia timur, namun tidak demikian di belahan dunia
barat. Dr. O’Shaughnessy membawa dan mempopulerkan ganja sebagai obat
dari India ke Inggris pada tahun 1840.Tidak lama kemudian Dr. Sir Russel
Reynolds, seorang dokter pribadi dari Ratu Victoria dengan yakin
memberikan resep ekstrak ganja cair kepada sang Ratu. Sejak saat itu
Ratu memakainya setiap bulan untuk menghilangkan sakit datang bulan.
Sebelumnya Ratu Victoria menggunakan opium, kokain, anggur dan bahkan
kloroform untuk menghilangkan rasa sakit datang bulan yang ia alami.
Kemudian Dr Reynolds membuat pernyataan
dalam edisi perdana salah satu jurnal kedokteran tertua di Inggris, “The
Lancet”, bahwa ganja “Bila dalam keadaan murni dan diberikan dengan
hati-hati, adalah salah satu obat paling berharga yang kita miliki”.
Sementara “American Medical Association”
(AMA), mengklaim bahwa ganja tidak memiliki nilai medis, industri
farmasi besar malah sibuk mendapatkan paten untuk produk-produk berbasis
marijuana (ganja).
Posisi pemerintah Amerika Serikat yang
menolak riset dan penggunaan medis marijuana adalah kebijakan publik
yang irasional dan bobrok secara moral. Mengenai poin ini, sedikit warga
Amerika yang tidak setuju. Mengenai pertanyaan “mengapa”
pejabat-pejabat pemerintah federal masih mempertahankan kebijakan yang
tidak manusiawi dan tidak fleksibel ini, adalah cerita yang lain.
Satu teori populer yang berusaha untuk
menjelaskan pelarangan pemerintah federal yang tampak tidak bisa
dijelaskan terhadap ganja sebagai obat medis berbunyi seperti ini : Baik
pemerintah Amerika Serikat maupun industri farmasi tidak akan
mengizinkan penggunaan ganja (marijuana) sebagai pengobatan medis karena
mereka tidak bisa mematenkannya atau mengambil keuntungan darinya.
Ini adalah teori yang menarik, namun saya telah menemukannya tidak akurat maupun persuasif. Inilah kenapa;
Pertama, biarkan saya menyatakan hal yang
jelas. Industri farmasi besar sedang sibuk mendaftarkan – dan telah
menerima – beragam paten untuk khasiat pengobatan dari ganja. Ini adalah
termasuk kepada turunan sintetis dari ganja (seperti pil oral yang
mengandung THC, Marinol), agonis cannabinoid (agen sintetis yang
mengikat kepada reseptor endocannabinoid otak) seperti HU-210 dan
antagonis ganja seperti Rimonabant. Kecenderungan ini baru-baru saja
diringkas dalam makalah NIH (National Institute of Health) yang
berjudul, “Sistem endocannabinoid sebagai sasaran yang sedang berkembang
dalam bidang farmakoterapi,” yang menyimpulkan, “Minat yang terus
bertumbuh terhadap ilmu pengetahuan yang mendasari pengobatan ganja
telah ditandingi oleh pertumbuhan jumlah obat cannabinoid dalam
perkembangan farmasi dari 2 pada tahun 1995 hingga 27 pada tahun 2004.
“Dalam kata lain, pada saat yang sama American Medical Association
memproklamirkan bahwa ganja tidak memiliki nilai medis, industri farmasi
besar malah sedang dalam kegilaan untuk mengeluarkan lusinan obat
berbasis ganja baru ke pasar.
Tidak juga semua obat-obatan ini akan
berupa pil sintetis. Yang tercatat, semprotan oral dari perusahaan GW
Pharmaceutical, Sativex, adalah ekstrak alamiah ganja dalam dosis yang
telah dibuat standard. (Ekstrak ini, terutama THC dan senyawa anxiolytic
yang non-psikoaktif, CBD, diambil langsung dari tanaman marijuana/ganja
yang ditumbuhkan dalam gudang perusahaan yang tertutup.)
Apakah minat yang mendadak berkembang
dari industri farmasi besar pada penelitian dan pengembangan obat-obatan
berbasis ganja berarti bahwa kalangan industri secara proaktif
mendukung pelarangan mariyuana/ganja? Tidak jika mereka tahu apa yang
baik bagi mereka. Biarkan saya menjelaskan.
Pertama, setiap dan semua obat-obatan
berbasis ganja harus diberikan persetujuan dari badan pengaturan federal
seperti FDA (Food & Drug Administration) Amerika Serikat – sebuah
proses yang lebih didasari oleh politik daripada kemajuan ilmiah.
Kemungkinannya adalah bahwa pemerintah yang masih bersikap negatif
terhadap ganja tanpa alasan yang masuk akal juga akan bersikap negatif
terhadap memberikan keputusan terhadap farmasi berbasis ganja.
Sebuah contoh dari ini dapat ditemukan
pada penolakan terbaru “Medicine and Health Products Regulatory Agency”
(agen regulasi produk-produk kesehatan) dari Sativex sebagai obat resep
di Amerika Serikat dan Inggris Raya. (Perusahaan ‘ayah’ Sativex, GW
Parmaceuticals, bermarkas di London.) Dalam tahun-tahun terakhir,
politisi Inggris telah mengambil garis keras terhadap penggunaan
rekreasional dari mariyuana – Memuncak pada deklarasi perdana menteri
Gordon Brown bahwa ganja hari ini memiliki “kualitas mematikan.” (tidak
lama kemudian, parlemen memutuskan untuk memerberat hukuman/penalti
kriminal terhadap kepemilikan dari obat dari mulai peringatan verbal
hingga lima tahun hukuman penjara.) Dalam lingkungan seperti ini
tidaklah mengherankan bahwa pembuat peraturan di Inggris telah dengan
tegas menolak untuk melegalisasi obat-obatan berdasar ganja, bahkan
sebuah obat dengan catatan keamanan yang sangat bersih seperti Sativex?
Sebaliknya, pembuat undang-undang Kanada – yang memiliki pandangan yang
lebih liberal terhadap penggunaan ganja alamiah dan melaksanakan
distribusinya kepada pasien yang berhak – akhir-akhir ini telah
menyetujui Sativex sebagai obat-obatan resep.
Tentunya, mendapatkan persetujuan
perundang-undangan barulah setengah dari pertempuran. Hambatan utama
bagi industri farmasi besar adalah menemukan konsumen untuk produknya.
Disini lagi, sebuah kebudayaan yang akrab dengan dan mendapat
pengetahuan mengenai kegunaan pengobatan ganja akan cenderung lebih
terbuka terhadap penggunaan obat-obatan berbasis ganja daripada populasi
yang masih tersangkut dalam cengkeraman film propaganda seperti “Reefer
Madness”. [baca : Konspirasi Ganja : Tanaman Multi Manfaat Yang Dilarang]
Akankah pasien-pasien yang telah memiliki
pengalaman langsung dengan penggunaan medis ganja yang alami beralih ke
obat-obatan farmasi berbasis ganja jika suatu saat tersedia dengan
legal? Mungkin tidak, namun individu-individu ini hanya menyusun
sebagian kecil dari populasi Amerika Serikat. Tentunya banyak yang lain
akan beralih – termasuk banyak pasien-pasien berumur tua yang tidak
pernah berminat untuk mencoba atau mencari ganja yang alami. Intinya,
terlepas dari apakah ganja legal atau tidak, obat-obatan farmasi
berbasis ganja tanpa ragu akan memiliki daya tarik yang luas.
Tetapi tidakkah ketersediaan
legal dari ganja akan mendorong pasien untuk lebih sedikit menggunakan
obat-obatan farmasi secara keseluruhan? Mungkin, walau sangat kecil
kemungkinannya akan mempengaruhi “maksud utama” industri-industri
farmasi besar.
Yang pasti, kebanyakan individu di
Belanda, Kanada dan Kalifornia – tiga daerah dimana ganja untuk medis
adalah legal dan juga mudah didapat pada pasar terbuka – menggunakan
obat-obatan resep, dan bukan ganja, untuk mengobati penyakit mereka.
Lebih lanjut, terlepas dari ketersediaan sejumlah besar obat herbal dan
tradisional seperti Echinacea, Witch Hazel, dan Eastern hemlock,
kebanyakan warga Amerika terus berpaling kepada produk farmasi sebagai
obat pilihan mereka.
Haruskah munculnya pengobatan alernatif
dengan ganja yang legal akan memicu atau membenarkan kriminalisasi dari
pasien yang menemukan penyembuhan yang lebih superior dari tanaman ganja
alamiah? Tentunya tidak. Namun, sebagaimana sektor swasta terus
bergerak ke depan dengan penelitian mengenai keamanan dan keberhasilan
dari farmasi berbasis ganja, akan menjadi lebih sulit bagi pemerintah
dan penegak hukum untuk mempertahankan kebijakan mereka yang absurd dan tidak logis dari melarang ganja secara keseluruhan.
Tentunya, jika tidak karena advokat yang
telah bekerja selama empat dekade untuk melegalkan ganja untuk
pengobatan medis, kecil kemungkinan bahwa siapapun – terutama industri
farmasi – akan mengalihkan perhatian mereka kepada perkembangan dan
pemasaran dari obat-obatan yang berbasis ganja. Dalam kata lain, saya
tidak akan menahan nafas saya untuk menunggu akan datangnya cek royalti
apapun.
Oh ya, dan bagi mereka yang mengklaim
bahwa pemerintah Amerika Serikat tidak bisa mematenkan ganja untuk obat
medis, bisa memeriksa Paten US no. #6630507.
Paul Armentano adalah analis kebijakan
senior di Yayasan NORML (National Organization for the Reform of
Marijuana Laws) , Washington, DC.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar